Shadow dan Persona : Yuk, Kenali Diri Lebih Dalam!

“Aku merasa aku memiliki 2 jiwa yang berbeda; yang satunya tidak berempati, yang satunya selayaknya orang normal (…)” —FZ, 17 tahun. 

Apakah Teman-teman sudah menyadari kehadiran shadow (bayang-bayang) dan persona yang ada dalam diri? Sebenarnya, shadow dan persona itu apa, sih? Sebegitu pentingkah untuk dikenali dan dipahami keberadaannya? 

Istilah shadow dan persona ini dikemukakan pertama kali oleh Carl Gustav Jung. Psikiater terkemuka sekaligus seorang psikoanalisis dan pelopor psikologi analitik asal Swiss ini memperkenalkan konsep dualitas yang ada dalam pribadi manusia. Ia percaya bahwa di dalam setiap diri manusia terdapat dua hal yang sangat bertentangan, yakni shadow dan persona. Bahkan, pengikut konsep pemikiran Carl Jung—yang biasa disebut sebagai ‘Jungian’—juga mengatakan hal yang sama. Dr. Murray Stein, melalui bukunya yang berjudul Map of the Soul: Persona, menguraikan tentang peta jiwa manusia menurut Jung, yang mana salah dua di antaranya ialah shadow dan persona tersebut. 

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan shadow dan persona ini? Berikut penjelasannya. 

Persona

Persona adalah ‘wajah’—atau lebih tepatnya sebuah topeng—yang kita tunjukkan kepada dunia luar (Stein, dkk., 2019 : 24). Wajah-wajah positif yang kita tawarkan kepada orang-orang sekitar membentuk opini mereka terhadap diri kita. Persona yang digambarkan sebagai deretan pegunungan oleh Steven Buser mengandung arti bahwa dunia luar tidak dapat melihat menembus persona atau topeng kita. Hanya persona-lah yang mampu mereka lihat, bukan “diri kita yang sebenarnya” (Stein, dkk., 2019 : 28). 

Bentuk persona kita berbeda-beda. Hal tersebut bergantung pada setiap tempat maupun situasi yang kita jumpai. Misalnya saja, kita adalah seorang siswa. Tentu ketika kita sudah memasuki area sekolah, kita akan menggunakan “persona siswa”; memakai seragam sekolah, memperhatikan dan mencoba memahami penjelasan guru dengan serius, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan serta mengumpulkannya tepat waktu, dan sebagainya. Menurut Stein, hal itu merupakan tindakan adaptif. Sebab, guru akan merasa dihargai saat melihat siswanya rajin mengikuti dan memahami penjelasan materi darinya. Mereka pun tidak segan memberi kita nilai yang baik. Apabila nilai rapor kita baik, orang tua pun akan sangat senang menerimanya. Mereka percaya bahwa kita mampu berproses saat di sekolah. Namun, tidak hanya sisi akademis, moral kita sebagai siswa juga akan kita tunjukkan saat berada di lingkungan sekolah, seperti mengucap salam kepada bapak ibu guru, menyapa petugas kebersihan sekolah saat berjalan melewati mereka, dan orang-orang lain yang berpapasan dengan kita. Hal ini mencerminkan diri kita yang adalah seorang berpendidikan. 

Persona siswa” akan tidak cocok digunakan apabila kita sedang berkumpul bersama teman-teman dekat kita. Mereka akan merasa kita adalah orang yang kaku, aneh, terlalu sopan, dan sebagainya. Maka, alangkah baik jika kita memakai “persona teman” pada saat itu. Kita akan lebih mudah ‘cair’ dan membaur di antara teman-teman dekat kita. Bercanda dan tertawa lepas bersama mereka. Oleh karena itu, persona bukan hanya ‘wajah’ atau topeng yang menyembunyikan sesuatu, tetapi juga berfungsi untuk menampilkan peran diri kita dalam masyarakat sosio-kultural (Hall dalam Stein, dkk., 2019 : 43). 

Shadow 

Berkebalikan dengan persona, bayang-bayang (shadow) adalah hal-hal negatif diri kita yang kita pilah dan simpan ke dalam ‘kegelapan’. Bayang-bayang merupakan karakter diri kita yang sangat berlawanan dengan persona yang kita tampilkan kepada dunia luar. Penyunting buku Map of the Soul: Persona pun membuat permisalan, seperti “jika saya berusaha membuat persona saya tampak ramah, suka membantu, dan membesarkan hati, maka, lawan dari sifat-sifat tersebut, yakni pribadi yang tidak ramah, tidak suka membantu, dan suka mengecilkan hati, akan terpecah dan ditampung oleh bayang-bayang bawah sadar” (Stein, dkk., 2019 : 30). Di dalam peta jiwa yang diilustrasikan oleh Steven Buser dalam buku Map of the Soul: Persona menunjukkan bahwa keberadaan bayang-bayang (shadow)—digambarkan—berseberangan dengan persona. Hal ini tentu bukan sebuah kebetulan. Pasalnya, wajah positif apapun yang kita tampilkan kepada dunia luar akan diimbangi dengan terbentuknya bayang-bayang diri kita. Ia adalah sosok yang tidak diinginkan, memalukan, dan tidak bisa diterima (oleh orang-orang sekitar kita). 

Meskipun bayang-bayang adalah citra negatif, ia juga merupakan bagian dari diri kita. Tidak bisa selamanya kita mengidentifikasikan diri secara berlebihan terhadap persona positif yang kita tunjukkan pada dunia luar tanpa merangkul sifat-sifat lain diri kita. Sifat-sifat ini akan mengalami proses bernama reversal, di mana unsur bayang-bayang akan menampakkan dirinya secara tiba-tiba. Ia tidak bisa selamanya ‘mengendap’ dalam alam bawah sadar kita. Ia punya waktunya sendiri untuk meledak dan menunjukkan eksistensinya di hadapan publik. Ketika hal itu terjadi, tentu akan sangat mengejutkan dan memalukan. Namun, ia dapat menjadi “awal kehidupan baru yang lebih autentik jika ditangani dengan tepat” (Stein, dkk., 2019 : 30). 

Pemahaman akan eksisnya shadow dan persona ini sangatlah penting. Sebab, keduanya memiliki kaitan yang sangat erat satu sama lain. Perkembangan bayang-bayang terjadi secara berbarengan dengan perkembangan persona (Stein, dkk., 2019 : 54). Mengenal salah satunya saja tidaklah cukup. Pengabaian terhadap bayang-bayang, misalnya, akan membuat kita melakukan hal-hal yang—tanpa kita sadari—melukai orang lain. Hal yang sama juga berlaku pada persona. Apabila kita tidak mengetahui dan memahami persona atau topeng mana yang akan kita pakai, selamanya kita tidak akan pernah bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat dan berperan secara optimal. 

Kemudian, bagaimana cara agar shadow dan persona diri kita mampu bekerjasama dengan baik? Berikut tips-tips yang dapat Teman-teman gunakan, ya! (Perhatian: tips-tips yang diberikan ini berdasarkan pada buku Map of the Soul: Persona)

  1. Jaga keaslian persona 

Teman-teman harus ingat bahwa persona bukanlah semata-mata topeng palsu yang kita pakai untuk menutupi sesuatu, melainkan ia juga merupakan topeng untuk menampilkan siapa diri kita dan peran apa yang kita ambil dalam masyarakat. Misalnya saja, saat akan mendaftar kuliah, orang tua kita mengarahkan untuk sebaiknya mengambil jurusan kedokteran. Namun, kita tidak memiliki minat di bidang itu. Maka, berterus teranglah saja kepada mereka dan bicarakan baik-baik tentang jurusan yang kita minati. Mungkin, beberapa orang tua tidak mudah menerimanya. Namun, jika kita bisa membuktikan kepada mereka bahwa kita akan sukses di bidang itu, mereka tidak akan meragukan keputusan yang kita ambil. Inilah suatu bentuk menjaga keaslian persona diri kita. Dengan mendengarkan gejolak bayang-bayang dan mampu memproyeksikan segala sesuatu yang kita inginkan dan rasakan, maka, persona yang kita bangun tetaplah ‘asli’. Ia masih menyimbolkan diri kita. 

  1. Sadari keberadaan bayang-bayang (shadow) dalam diri

Bayang-bayang memang berada dalam alam bawah sadar diri kita. Namun, bukan berarti kita tidak bisa mengetahui sama sekali sisi gelap yang kita miliki. Kita tahu, hanya saja kita lebih memilih untuk mengabaikannya karena ia dipandang sebagai hal yang terlalu negatif bagi diri kita. Jangan lupa, ya, Teman-teman, hal yang kita anggap negatif itu sebetulnya masih merupakan bagian dari diri kita sendiri, lho! Bila kita mengabaikannya terus-menerus, ia justru akan sangat berbahaya, tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga orang sekitar kita. Oleh karena itu, yuk, sadari keberadaannya dan dengarkan suaranya! Hal ini bisa dilakukan dengan cara menyadari keangkuhan dalam diri, prasangka-prasangka negatif, dan lain-lainnya. Dan ketika suatu kali ia meledak (seperti amarah, caci maki, dan sebagainya), akuilah dia dan katakan pada orang lain bahwa kita menyesali hal yang baru saja terjadi. Sebab, “pertumbuhan dan individuasi hanya bisa terjadi bila kita senantiasa mewaspadai aspek gelap diri dan bersedia menghadapi sifat-sifat kita yang tidak menyenangkan” (Stein, dkk., 2019 : 38). 

  1. Perhatikan kondisi fisik

Terlalu bergelut dalam kepala dan mengabaikan kondisi fisik diri kita, akan memberi dampak negatif terhadap kesehatan mental kita sendiri. Tak hanya itu, Dr. Murray Stein dalam Map of the Soul: Persona menyampaikan bahwa hal ini kerap terjadi pada para Jungian dan kalangan intelektual lainnya. Mereka terlalu berkutat dengan pemikiran-pemikiran (gagasan, arketipe, dan konsep) tanpa memperhitungkan perwujudan mereka di dunia nyata (secara fisik). Hal ini tentu merupakan kesalahan besar. Sebab, mereka akan menjadi gagasan dan teori belaka tanpa adanya suatu bukti fisik yang memadai di dunia nyata. Oleh karenanya, Stein dan kawan-kawannya memberi nasihat pada kita untuk senantiasa memperhatikan tubuh kita. Pahami ketika ia terluka, bersungut, atau memendam ingatan yang menyakitkan. Nikmati ajakannya ketika ia ingin menari, berlari, maupun bermain (Stein, dkk., 2019 : 38). 

Selain shadow dan persona, sebenarnya, masih ada dua arketipe lain menurut Jung, yakni Diri (the Self) dan Anima atau Animus (McLeod, 2018). Sedangkan, di dalam buku Map of the Soul: Persona, Stein dan kawan-kawannya menggambarkan peta jiwa yang berisi beberapa hal, yaitu bayang-bayang (shadow), persona, Anima atau Animus, ego, Diri Arketipal (Archetypal Self), kompleks, inti arketipal kompleks, dan api primordial. Jika Teman-teman ingin memahami lebih jauh hal-hal selain shadow dan persona, banyak sekali buku maupun PDF yang menyajikan tentang teori Carl Jung ini. Namun, hal terpenting saat ini ialah mengetahui dan memahami shadow dan persona diri kita serta cara untuk menjaganya tetap serasi, meski keduanya sangat bertentangan. 

Penulis: Teshalonika Putri Eklesia Thenu 

Referensi:

McLeod, Saul. 2018. “Carl Jung”, (Online), (https://www.simplypsychology.org/carl-jung.html , diakses pada 2 Mei 2021). 

Stein, Murray, dkk. 2019. Map of the Soul: Persona. Yogyakarta: Shira Media. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
💬 Ada yang bisa kami bantu kak?
Hi Kak👋
Ada yang bisa kami bantu?