Menghadapi Mertua Toxic dalam Kehidupan Rumah Tangga

Mother In Law Pictures | Download Free Images on Unsplash

“Karena sudah terlanjur menikah, dan gak mau anak jadi korban perpisahan orang tua. Tapi, susah banget rasanya lupain dan maafin perbuatan mertua selama 9 tahun terakhir.” -O, Wanita 29 tahun.

“Saya hampir gila dan hampir bercerai dengan suami akibat mertua saya. Jujur kalau bukan karena anak dan saya mencintai suami saya pasti udah minta cerai atau kabur saja.” – MR, Wanita, 29 tahun.

         Apa kalian sering menonton FTV atau sinetron tentang mertua yang menyebalkan? Seringkali para mertua di FTV dan sinetron ini digambarkan sebagai seorang antagonis yang jahat, menyebalkan, dan mengganggu kehidupan rumah tangga anak dan menantunya. Ternyata hal ini seringkali terjadi di kehidupan nyata.

         Di Indonesia, hal ini juga terjadi di masyarakat dan pepatah “Surga di telapak kaki ibu” tampaknya menjadi pembelaan mutlak bahkan ketika seorang mertua menimbulkan konflik dalam rumah tangga. Tentunya kita mengerti bahwa konflik yang timbul sering berasal dari perbedaan karakter, prinsip, gaya hidup, budaya, dan jenjang usia. Tidak jarang konflik yang ditimbulkan oleh mertua hanya didiamkan karena perasaan tidak enak, canggung, dan takut menimbulkan ketegangan lain yang lebih besar. Tapi jika terus-terusan didiamkan, hal itu bisa jadi penyakit hati dan menimbulkan ketegangan dalam rumah tangga sendiri, bahkan bisa melebar ke pertikaian suami-istri.

         Nah, untuk mengatasi situasi tersebut, tentu kita perlu mengelola perasaan kita. Situasi ini sangat penting demi menjaga kesejahteraan diri kita sendiri dan rumah tangga yang kita sayangi. Yuk, kita simak tips menghadapi mertua toksik dalam kehidupan rumah tangga:

         1. Menetapkan batas

         Tentu sulit menetapkan batas antara mertua dan rumah tangga sendiri, apalagi jika menantu tinggal bersama mertua. Tapi penting untuk menetapkan batas tentang hal-hal apa saja yang bisa dan tidak bisa dicampuri oleh mertua. Mertua pun seharusnya memiliki kesadaran untuk menghormati hak yang dipilih anak serta menantunya. Bicarakan hal ini dengan tenang beserta alasannya hingga mertua bisa mengerti.

         2. Komunikasi yang jujur

         Jika seorang menantu mendapat omongan dan perlakuan tidak enak, tak jarang menantu hanya bisa menelannya mentah-mentah dan menjadi penyakit hati. Komunikasikan apa yang tidak kamu sukai dari mertuamu dengan jujur, mengajak pihak suami atau istrimu sebagai orang ketiga mungkin lebih baik, dengan catatan bahwa istri atau suamimu tidak ‘berat sebelah’ membela orang tuanya. Komunikasikan juga tentang apa yang kamu mau agar dapat menghindari kejadian yang sama di lain waktu.

         3. Mengontrol emosi

         Jika kamu sudah sampai di tahap tidak tahan lagi dengan mertuamu dan memutuskan meledakan emosimu saat itu juga, kamu bisa mengusahakan untuk tahan dulu sejenak emosimu. Atur regulasi emosimu, kamu bisa merenung sejenak dan pilihlah jalan yang lebih baik untuk menyelesaikan konflik di antara kamu dan mertua.

         4. Memberi ruang untuk diri sendiri

         Pasti ada kalanya kamu lelah dengan perkataan dan perlakuan mertuamu. Jika kamu belum siap untuk berkomunikasi langsung, kamu bisa menyingkir sejenak dan memberi ruang untuk diri sendiri. Ruang sendiri ini bisa kamu gunakan untuk memikirkan langkah selanjutnya, atau hanya sekadar ‘me-time’ menyenangkan dan menenangkan diri sendiri.

         5. Mengalihkan perhatian pada hal yang lebih penting

         Daripada keterusan memikirkan perkataan dan perlakuan mertua yang menyakitkan, coba lah untuk fokus memperhatikan hal yang lebih penting. Kamu bisa fokus dengan hal yang saat ini kamu lakukan, misal pekerjaan, pencapaian, memperhatikan anak-anak, memperhatikan kebun dan janda bolong yang kamu rawat. Kamu juga bisa fokus membangun keluarga yang sejahtera dan mengambil pelajaran dari mertuamu yang toksik, agar tidak menjadi seperti mereka nantinya.

         Hubungan antara mertua dan menantu memang tidak sederhana. Kita perlu menyeimbangkan antara batas dan loyalitas antara diri kita sendiri dan orang-orang yang kita sayang. Semoga tips di atas membantu kamu yang tengah terjebak dalam situasi ini, ya!

Penulis: Laurentia Stella Vania

Referensi:

Apter, Terri. 2009. In-law Conflict and Troubled Marriages. Diakses tanggal 2 Juli 2021. https://www.psychologytoday.com/us/blog/domestic-intelligence/200908/in-law-conflict-and-troubled-marriages

Fulbright, Yvonne. 2013. How to Handle Your Monster-in-Law. Diakses tanggal 2 Juli 2021. https://www.psychologytoday.com/us/blog/mate-relate-and-communicate/201311/how-handle-your-monster-in-law

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
💬 Ada yang bisa kami bantu kak?
Hi Kak👋
Ada yang bisa kami bantu?