Memahami Dampak Kekerasan Seksual dan Proses Healing Ala May

Film 27 Steps of May Diputar di London Halaman all - Kompas.com

Hai, Teman-teman! Pernah nggak, kalian menonton film “27 Steps of May”? 

“Wah, film barat, ya, Kak?”

Hehehe… bukan, ya Teman-teman. Mungkin dari judulnya yang memakai bahasa Inggris, kalian berpikir bahwa itu film barat? Oke, deh… langsung saja simak ulasan di bawah, yuk!

27 Steps of May”, film garapan Rayya Makarim yang disutradarai oleh Ravi Bharwani, merupakan salah satu sinema Indonesia yang mengisahkan trauma seorang remaja putri untuk keluar dari rumahnya—bahkan kamarnya—akibat pelecehan seksual yang diterimanya delapan tahun silam. Dirilis pada 27 April 2019, film yang diperankan oleh Raihaanun, Lukman Sardi, dan Ario Bayu sebagai tokoh utama ini, memiliki pesan tersurat bahwa masalah pelecehan dan kekerasan seksual sudah tidak bisa dipandang sebelah mata. Meningkatnya angka kekerasan seksual di Indonesia setiap tahunnya, barangkali merupakan base-concern sang penulis film dan sutradara, bahkan mungkin para aktor dan aktris di dalamnya. Mariana, Komisioner Komnas Perempuan, pun mengatakan bahwa “dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat 792 persen atau hampir 8 kali lipat” (Purnamasari, 2020). Oleh karenanya, “27 Steps of May” hadir sebagai perpanjangan tangan perempuan-perempuan di berbagai pelosok Indonesia untuk mampu meraih lengan-lengan pemerintah untuk dapat menindak tegas para pelaku kejahatan seksual agar bendera keadilan dapat dikibarkan setinggi-tingginya, terkhusus di bumi pertiwi tercinta ini.

Kekerasan seksual yang dialami oleh May (Raihaanun) di usianya yang masih sangat belia, yakni 14 tahun, sukses mengubah tindak-tanduknya 180 derajat. Ia menjadi seorang gadis yang pendiam, bahkan tidak mau bicara sepatah dua patah kata, walau dengan sang ayah sekalipun. Tak hanya itu, ia juga tidak mau keluar dari kamarnya, seolah ada tembok tak terlihat yang membatasi dirinya dari kehidupan sosial. Terkadang, ia memang keluar kamar, tetapi hanya pada jam-jam makan saja. Melihat itu, sang ayah (Lukman Sardi) sangat sedih, hingga terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi pada May. Hal ini berlangsung delapan tahun lamanya. Sungguh, waktu yang tidak sebentar dan bukan hal mudah untuk dilalui bagi ayah dan anak ini. 

Ada satu adegan dalam film yang menunjukkan betapa besar pengaruh kekerasan seksual yang diterima May. Dikisahkan, pada saat itu, sebuah gedung yang letaknya dekat dengan bagian belakang rumah May, mengalami kebakaran hebat. Si jago merah dengan cepat melalap gedung tersebut hingga mengeluarkan asap hitam yang cukup besar di udara. Semua warga panik dan memutuskan untuk keluar rumah, termasuk ayah May. Pria itu mencoba mengajak May keluar dari kamarnya. Dan, ajaibnya, May melangkahkan kakinya keluar perlahan dari ambang pintu kamar! Ini adalah sebuah keberhasilan yang sangat berarti bagi sang ayah. Namun, ketika tiba di ruang tengah, gadis itu membalikkan badannya untuk kembali ke kamar. Karena panik, sang ayah terpaksa menarik tangan May untuk sesegera mungkin keluar dari rumah. Tetapi, sekuat apa pun sang ayah menariknya, gadis itu tetap pada pendiriannya; berdiam di ruangan pribadinya yang ia anggap aman. 

Berdasarkan scene di atas, dapat kita simpulkan bahwa alasan dibalik ketidakmauan May untuk keluar dari kamarnya ialah karena takut bertemu dengan orang-orang yang ada di luar rumahnya. Ia trauma jika kejadian memilukan delapan tahun yang lalu akan terulang kembali apabila ia berani menapakkan kaki di luar pagar rumahnya. Trauma tersebut tentu tidak hanya dirasakan oleh May, tetapi juga teman-teman kita di luar sana yang bernasib serupa dengannya. Melalui May, kita belajar bahwa tidak mudah untuk melupakan peristiwa menyakitkan yang pernah dialami. Namun, bukan berarti tidak ada kemungkinan untuk sembuh, ya, Teman-teman. Semua memang butuh proses. May pun begitu. Ia menempuh masa-masa sulitnya selama delapan tahun dengan ditemani seorang ayah yang cukup sabar dan tenang dalam merawatnya. Jika ditelusuri lebih jauh, ternyata banyak sekali dampak dari pelecehan seksual bagi korban maupun keluarga dan orang-orang terdekatnya. Seperti berikut ini:

  1. Tidak bisa mempercayai orang lain

Kasus pelecehan seksual dapat mengintai siapa saja. Hal ini dapat dilihat dari beragamnya pelaku pelecehan seksual yang merupakan keluarga atau kerabat korban. Meski tidak menutup kemungkinan pelakunya merupakan orang yang tidak dikenal oleh korban. Hal ini tentunya akan menjadi kenangan buruk yang sangat sulit dilupakan. Pola pikir pun kemungkinan juga mengalami perubahan, yaitu hilangnya rasa percaya terhadap orang lain dan juga timbulnya perasaan tidak aman saat berada dengan orang lain. Hal ini dilandasi dengan pemikiran bahwa tidak ada satu pun orang yang bisa melindunginya selain dirinya sendiri. 

  1. Perasaan bersalah dan merasa dikucilkan

Selain perasaan bersalah yang dirasakan oleh korban karena menganggap dirinya telah mencemarkan nama baik keluarganya, ternyata hal ini juga dapat dirasakan oleh keluarga dan kerabat korban. Biasanya mereka akan cenderung menyalahkan diri mereka sendiri, karena menilai diri mereka tidak mampu untuk melindungi dan menolong orang terdekatnya saat membutuhkan pertolongan. Jika dibiarkan dalam waktu yang lama, hal ini tentu akan mempengaruhi kondisi psikologis korban dan juga seluruh orang terdekatnya.

  1. Rentan mengalami gangguan mental 

Korban kasus pelecehan seksual tentunya memiliki trauma yang mendalam tentang kejadian di masa lalu. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa korban pelecehan seksual secara umum akan mengalami gejala-gejala dari Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), depresi, atau pun kecemasan secara berulang. Gejala yang sering muncul adalah insomnia, perasaan takut dan cemas, perasaan bersalah, takut ditinggalkan, menyalahkan diri sendiri, melukai diri sendiri, mudah flashback, dan lain sebagainya. Tidak jarang juga mengalami gejala fisik yang timbul secara tumpang-tindih. Hal ini dapat menunjukan bahwa korban pelecehan seksual sangat rentan mengalami gangguan mental jika dibiarkan begitu saja dan tidak segera ditolong. 

Proses healing ala May mungkin tidak terlalu kentara. Sebab, di dalam film, hanya mengisahkan ia bertemu dengan seorang pesulap (Ario Bayu) yang kemudian membuatnya membuka diri secara perlahan pada dunia di luar rumahnya. Namun, proses itu ada, lho, Teman-teman! Bagaimana, sih, cara May akhirnya keluar dari cengkeraman traumanya? Yuk, simak proses penyembuhan ala May di bawah ini!

  1. Menemukan hal yang ia sukai

Tanpa kita sadari, kesembuhan May diawali dengan menemukan hal-hal yang ia sukai, lho, Teman-teman! Bertemu dengan si pesulap bukan sebuah kebetulan belaka. Adegan tersebut memiliki makna tersembunyi di baliknya, yakni bahwa gadis itu sudah mampu menemukan sesuatu hal yang menarik hatinya. Sebenarnya, scene awal film (adegan di mana ia bermain sendiri di pasar malam), sudah dapat berbicara banyak mengenai hal-hal yang disukai May, seperti permainan-permainan yang ada di pasar malam itu sendiri. Gadis itu seolah berada dalam surga apabila bertemu dan bermain dengan wahana-wahana yang ada. Ia seperti menemukan keseruan dan kebahagiaan tersendiri, sama halnya saat ia menyaksikan aksi-aksi si pesulap. Nah, kalau kalian, hal-hal apa, nih, yang mampu membuat hati bahagia? Yuk, ajak diri kita berdialog! Sekecil apapun itu, hal-hal tersebut telah membuatmu senang. Bahagia pun menjadi milikmu.

  1. Rasa penasarannya mengalahkan rasa takutnya

May memang tidak ingin keluar dari rumah, bahkan kamarnya. Ia merasa lebih aman di dalam sana. Namun, tentu beberapa dari kalian bertanya-tanya, mengapa justru ia mau menyaksikan, bahkan bertemu empat mata dengan si pesulap—yang notabene orang lain yang tidak dikenal May? Nah, hal ini berawal dari rasa penasaran dalam diri May akan hal-hal ajaib yang dilakukan oleh si pesulap. Seiring dengan bergantinya hari, rasa penasaran itu berubah menjadi rasa takjub. Gadis itu kerap mengintip melalui lubang yang ada di tembok kamarnya hanya untuk menyaksikan sesuatu yang menurutnya menarik itu. Tanpa disadarinya, rasa penasaran tersebut, perlahan, telah berhasil menanggalkan rasa takut yang menggelayuti dirinya. Tak hanya itu, May juga mulai membuat perubahan-perubahan kecil dalam kebiasaan-kebiasaan monotonnya. Ia mulai memberi warna pada dunia monokromnya. Hal-hal ini juga diprakarsai oleh ketertarikannya terhadap hal-hal ajaib yang dilakukan si pesulap itu tadi. Berkaca dari May, yuk, kita coba mencari, sesuatu apa yang mampu membuat diri kita ‘tertarik’, yang nantinya dapat membantu kita untuk perlahan bangkit dari trauma? Semoga, setelah menemukannya, kalian bisa sembuh seperti May, ya! Semangat!

  1. Mulai merasakan emosi-emosi yang sempat ‘hilang’

Ketakjuban May terhadap aksi-aksi si pesulap telah membawa banyak perubahan dalam hidupnya, entah itu yang kentara maupun tidak. Mulai dari pemilihan warna pakaian yang berbeda dari biasanya yang dikenakan pada boneka barbie-nya hingga rasa takutnya kehilangan si pesulap itu. Di dalam suatu scene, pesulap tersebut hampir kehilangan nyawanya dalam alat sulapnya sendiri. Melihat itu, May dengan sigap berlari dan mengeluarkan pria itu dari dalam alat sulapnya. Berdasarkan adegan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa May mulai merasakan emosi-emosi dalam dirinya, salah satunya adalah perasaan takut kehilangan si pesulap. Sebab, dialah yang telah berjasa menciptakan hal-hal ajaib yang belum pernah dilihatnya sepanjang hidupnya. Si pesulap itu merupakan orang yang berarti bagi May. Karenanya, ia akan melakukan apapun untuk menjaganya. 

  1. Mulai menaruh kepercayaan pada orang lain

Tidak hanya menemukan emosi-emosi, May juga sudah mampu menceritakan kejadian kelam yang pernah dialaminya pada orang lain. Hal ini tampak pada suatu adegan di mana gadis itu mulai bercerita mengenai kejadian kekerasan seksual yang dialaminya kepada si pesulap. May mulai memeragakan bagaimana semua itu terjadi. Dari sinilah, ia mulai berani membuka dirinya pada orang lain dan menceritakan kejadian traumatisnya. Ia mulai percaya pada orang lain dan menyampaikan segala uneg-uneg-nya pada orang itu. Pada akhirnya, May pun mulai berani keluar kamarnya, bahkan berjalan menuju teras rumahnya.  

Kasus pelecehan seksual kian marak terjadi. Hal ini bukan hanya tanggung jawab pribadi masing-masing orang, tetapi juga tugas pemerintah dan tenaga kependidikan untuk mensosialisasikan bab pelecehan seksual dan dampaknya terhadap pelaku maupun korban, serta pembuatan dan pengesahan Undang-Undang yang mengatur kekerasan seksual. Sebab, hal pelecehan seksual ini tidak hanya terjadi di satu daerah tertentu, melainkan seantero negeri telah banyak didapati kasusnya. Maka, dibutuhkan kerja sama yang sinergis antara ketiga elemen tersebut (pemerintah, tenaga kependidikan, dan masyarakat) untuk menciptakan kedamaian, keamanan, dan kenyamanan bersama. Teruntuk Teman-teman semua, jaga diri kalian baik-baik, ya! Stay safe and sounds~

Referensi:

Azmi, Nabila. 2021. “4 Cara Bijak Mengatasi Trauma Akibat Pelecehan Seksual”, (Online), (https://hellosehat.com/mental/mental-lainnya/mengatasi-trauma-akibat-pelecehan-seksual/ , diakses pada 23 Maret 2021).

Basics. 2013. “Sexual Abuse”, (Online), (https://www.psychologytoday.com/intl/basics/sexual-abuse , diakses pada 22 Maret 2021).

Purnamasari, Deti Mega. “Catatan Komnas Perempuan, 431.471 Kasus Kekerasan Terjadi Sepanjang 2019”, (Online), (https://amp.kompas.com/nasional/read/2020/03/06/15134051/catatan-komnas-perempuan-431471-kasus-kekerasan-terjadi-sepanjang-2019 , diakses pada 21 Maret 2021).

Penulis: Teshalonika Putri Eklesia Thenu & Olivia Sekar Ningrum

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
💬 Ada yang bisa kami bantu kak?
Hi Kak👋
Ada yang bisa kami bantu?