Breadcrumbing, Saudaranya Si Ghosting.

Kadang kita intens chattan kayak orang pacaran, kadang dia ilang kayak ditelen Bumi. Sebenernya kita apa sih?

Ketika mendengar kata breadcrumbs apa yang kalian bayangkan? Umumnya, mendengar kata tersebut orang akan terpikirkan roti dan sebagainya. Hal ini terjadi karena kata breadcrumbs itu sendiri berarti tepung roti atau panir di dalam Bahasa Indonesia. Tapi apakah kamu tahu bahwa sekarang ada breadcrumbs menjadi istilah tersendiri seperti ghosting

What Is Breadcrumbing?

Breadcrumbs atau tepatnya breadcrumbing adalah perilaku menggoda orang lain tanpa adanya niatan ingin menjalin suatu hubungan dengan serius tapi tetap membuat korbannya tertarik kepada pelaku. Para pelaku akan menghubungi korban dengan berbagai cara seperti mengirimkan DM Instagram atau sering chattan selayaknya orang yang sedang melakukan PDKT tapi aslinya tidak berniat untuk berhubungan secara serius. Pelaku akan meningkatkan intensitas berkomunikasi jika mereka merasa kamu mulai tidak tertarik tapi akan menurunkannya ketika mereka yakin bahwa kamu sudah tertarik dengan mereka. Breadcrumbing lebih umum terjadi di hubungan yang tercipta secara online ketimbang yang offline.

Breadcrumbing sedikit berbeda dengan ghosting karena komunikasi tidak sepenuhnya putus. Breadcrumbing justru merupakan sebuah cara supaya hubungan yang sudah ada tetap bertahan tanpa memberikan usaha lebih serius dalam mempertahankannya. Para korban breadcrumbing biasanya menunggu lama balasan dari pelaku ketika berinteraksi sehingga menyebabkan korban tidak tenang karena ketiadaan respon. Hal ini dapat tumbuh menjadi berbagai perasaan negatif seperti sedih, khawatir, cemas, dan sebagainya. Breadcrumbing dinamakan demikian karena diibaratkan seperti orang yang meninggalkan bekas roti supaya ada yang mengikutinya.

Why?

Ada beberapa alasan kenapa seseorang melakukan breadcrumbing kepada orang lain, yaitu:

  1. Mereka suka tapi tidak ingin berkomitmen.

Meskipun seseorang sedang menyukai orang lain, bukan berarti ia siap menjalankan suatu komitmen. Akan tetapi, mereka tidak ingin tidak memiliki hubungan serius dengan orang yang mereka suka. Contohnya adalah ketika seseorang menempatkan dirinya dan orang yang dia suka dalam hubungan tanpa status atau biasa disebut HTS.

  1. Belum siap untuk berpisah.

Jangan salah loh, mantan pun bisa juga melakukan breadcrumbing ke kamu. Biasanya pelaku akan menampilkan perilaku tidak bisa move on ketika sudah putus dari pasangan. Ini tentu akan memberikan mixed signal kepada korban, terutama yang masih memiliki perasaan kepada mantan mereka. Tapi kadang, perilaku breadcrumbing juga dilakukan dalam upaya balikan atau memperbaiki hubungan, hanya saja cara berkomunikasinya yang kurang tepat. 

  1. Mereka merasa kesepian.

Seseorang yang tidak terbiasa dengan hubungan yang sehat bisa jadi merasa lebih mudah untuk memiliki hubungan seala-kadarnya ketimbang membangun hubungan yang serius untuk menghilangkan rasa kesepian yang ada dalam dirinya. Mungkin pelaku sadar bahwa ia cukup susah untuk membangun hubungan yang sehat, sehingga ia memilih melakukan breadcrumbs ketimbang intropeksi diri dan mencari solusi yang tepat untuk mengobati rasa kesepiannya.

  1. Mereka melihat kamu sebagai rencana cadangan.

Pelaku kadang melakukan breadcrumbing kepada orang lain supaya mereka tidak sepenuhnya kehilangan jika hubungan yang sudah ada tidak berjalan dengan lancar, alias menjadikan korban sebagai rencana cadangan. Mungkin memang tidak ada salahnya berkenalan dengan banyak orang dalam rangka mencari pasangan yang tepat, tapi ini menjadi masalah ketika si pelaku dengan sengaja menyembunyikan niatan dan status aslinya, atau bahkan saat pelaku dengan sengaja berbohong kepada korban supaya korban tetap tertarik kepadanya.

The Impact Of Breadcrumbing

Selayaknya ghosting, breadcrumbing pun juga memberikan dampak negatif kepada korban. Bahkan menurut sebuah studi, dampak negatif yang diterima korban karena ghosting dan breadcrumbing ini lebih parah daripada bentuk hubungan non-komitmen lainnya. Akan tetapi, sekalipun kedua hal ini memiliki dampak yang mirip, para peneliti mengungkapkan bahwa breadcrumbing memberikan dampak ‘terkucilkan’ yang lebih menyakitkan ketimbang ghosting. Hal ini disebabkan karena korban terus-menerus berada dalam kondisi stand-by terhadap waktu sehingga membuat mereka merasa terasingkan lebih sering. Karena itu, ada 3 dampak buruk yang perlu kita garis bawahi dari dampak akibat perbuatan breadcrumbing, yaitu:

  1. Menyebabkan rasa adiksi. Mempraktekkan breadcrumbing dapat memicu rasa candu untuk mengulangi pada pelaku karena perilaku ini menimbulkan perasaan ingin lagi terhadap perhatian yang diberikan oleh pelaku. Hal ini dikarenakan perasaan yang timbul mirip dengan perasaan ketika sedang menunggu mendapatkan hadiah.
  2. Rasa ketidakberdayaan. Breadcrumbing menyebabkan rasa ketidakberdayaan yang lebih parah daripada ghosting karena hubungan yang terus berlanjut tapi tidak ada kejelasan yang jelas tentang hubungan sembari menunggu pelaku siap untuk berkomitmen. 
  3. Rasa kesepian. Menjadi penerima perilaku breadcrumbing, seseorang dapat mengalami rasa kesepian dan dikucilkan yang berkelanjutan dari kehidupan si pelaku. Menurut UCLA Loneliness Scale, korban breadcrumbing memiliki level kesepian yang lebih tinggi.

How to Recover from Being Breadcrumbed?

  1. Call it out. 

Jangan takut untuk bilang kepada pelaku bahwa perbuatannya itu salah dan tidak pantas untuk dilakukan. Akan tetapi, jangan lupa untuk memperhatikan keselamatan diri sendiri. Jika memang tidak memungkinkan untuk bilang langsung, kamu bisa membicarakan ini dengan keluarga atau teman yang kamu percayai, atau bisa juga dengan seorang terapis.

  1. See the big picture.

Meskipun istilah breadcrumbing itu sendiri masih tergolong muda, prakteknya sendiri sudah dilakukan sejak lama dan nyaris semua orang pernah menjadi korban breadcrumbing. Akan tetapi, menyalahkan diri sendiri karena merasa pernah tertipu oleh perbuatan pelaku justru akan membuat kamu merasa lebih kesepian. Ketimbang menyalahkan, cobalah menjadikannya sebagai pembelajaran untuk diri sendiri sehinggga kamu bisa melakukan evaluasi diri.

  1. Treasure the trustworthy people in your life.

Tidak semua orang dalam hidupmu itu tidak dapat dipercaya. Hargai dan apresiasikanlah orang-orang yang dapat kamu percaya dalam hidupmu. Mungkin kamu dapat memberitahu mereka apa yang membuat kamu menghargai rasa percaya mereka terhadap kamu.

  1. Treasure your own integrity and trustworthiness.

Sekalipun kamu pernah menjadi korban breadcrumbing, kamu tetap bisa mempercayai dirimu sendiri. Karena meskipun sang pelaku sudah membohongi atau ‘menipu’ kamu, selama ini kamu sudah jujur dan tetap menjaga integritas diri sendiri.

Melakukan breadcrumbing di zaman sekarang sangatlah mudah ketimbang di zaman dulu yang teknologi komunikasinya belum secanggih sekarang. Setiap orang bisa datang dan pergi begitu saja di dalam kehidupan seseorang. Bahkan, bisa jadi dimulai dengan breadcrumbing dan diakhiri dengan ghosting. Waspada akan situasi dan keadaan itu baik, tapi jangan sampai justru membuat kamu terlalu mencurigai semua orang. Jika kamu ragu apakah dia ataupun kamu sendiri sedang melakukan breadcrumbing atau tidak, jangan takut untuk menghubungi tenaga kesehatan profesional untuk berkonsultasi ya. Semangat!

Penulis: Adibah Hana Widjaya

SUMBER

Navarro, R., Larrañaga, E., Yubero, S., & Víllora, B. (2020). Psychological correlates of ghosting and breadcrumbing experiences: A preliminary study among adults. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(3), 1116. https://doi.org/10.3390/ijerph17031116 

Crystal Raypol, Breadcrumbing: What It Is and How to Deal diakses pada tanggal 27 September 2021. 

Val Walker, MS. The Emotional Pain of Being Breadcrumbed diakses pada tanggal 27 Oktober 2021.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
💬 Ada yang bisa kami bantu kak?
Hi Kak👋
Ada yang bisa kami bantu?