Victim Blaming: Kok Jadi Korban yang Salah?

grayscale photography of person covering face

“Padahal dari awal dia yang salah, tapi kenapa malah aku yang dipojokkan sama dia?”

Pernahkah Teman Healing menjadi korban kecelakaan ketika berkendara atau diperlakukan tidak baik oleh orang lain, namun malah Teman Healing yang disudutkan saat kejadian tersebut oleh pelaku? Wah, rasanya pasti kesal sekali, ya. Kita berada di pihak yang tidak salah, malah menjadi pihak yang terlihat bersalah. Bahkan, walaupun kita tidak pernah mengalami hal tersebut, mungkin rasanya juga ikut kesal ya Teman Healing ketika mendengar cerita dari kejadian serupa. 

Perilaku menyalahkan korban seperti yang sudah diceritakan di paragraf sebelumnya termasuk pada kategori victim blaming. Victim blaming adalah tindakan merendahkan korban, dimana korban dari suatu kejahatan atau kecelakaan malah menjadi bertanggung jawab terhadap keseluruhan atau sebagian kejahatan yang telah dilakukan terhadap mereka (korban). Jadi, pelaku yang victim blaming selain menyudutkan korban, bisa juga berujung pada mengerahkan seluruh pertanggungjawaban atas kejahatan atau kecelakaan yang terjadi pada korban.

Perilaku victim blaming ini tidak terjadi begitu saja pada individu. Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi perilaku victim blaming tersebut. Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang sehingga dia melakukan victim blaming

  1. Just world phenomenon

Merupakan kepercayaan seseorang bahwa dunia adalah tempat yang adil, dimana setiap orang akan mendapatkan apa yang pantas mereka terima. Fenomena ini terjadi ketika seseorang memiliki prinsip bahwa hal yang buruk akan menimpa seseorang yang berkelakuan buruk, sedangkan hal yang baik akan menimpa seseorang yang berkelakuan baik (APA). 

Ketika ada korban dari kecelakaan atau kejahatan, fenomena ini membuat orang lain cenderung untuk mencari-cari penyebab atau seseorang untuk dapat disalahkan atas kemalangan yang menimpa korban.

Sehingga dampaknya pada pelaku suatu kejahatan atau kecelakaan adalah mereka berpikir bahwa korban dari perbuatannya pantas mendapatkan hal tersebut, karena pelaku tersebut memiliki pemikiran bahwa kejadian buruk hanya akan menimpa orang yang tidak baik (bad people). 

  1. Attribution error

Merupakan kecenderungan individu untuk meremehkan faktor situasional dan melebih-lebihkan faktor disposisional (seperti watak atau sifat) ketika terjadi sesuatu yang menimpa seseorang. 

Sehingga dampaknya adalah ketika hal ini terjadi pada pelaku kejahatan maupun kecelakaan, maka pelaku akan menganggap bahwa korban ikut bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi terhadap korban tersebut dan mengabaikan keadaan situasional yang ada. Padahal mungkin bisa jadi penyebab kejahatan maupun kecelakaan terjadi disebabkan oleh faktor situasional seperti faktor dari lingkungan korban, contohnya yaitu pelaku kejahatan atau kecelakaan itu sendiri. 

  1. Invulnerability theory

Merupakan kecenderungan individu untuk “kebal” dari apa-apa yang membuat mereka berada di posisi yang membahayakan mereka. Individu juga cenderung untuk percaya bahwa dia dapat selamat dari hal-hal yang membahayakan atau menyerang mereka.

Sehingga dampaknya adalah ketika hal ini terjadi pada pelaku kejahatan maupun kecelakaan, maka pelaku akan berusaha mencari-cari alasan agar tetap “kebal” dari hal yang membuat mereka vulnerable (rentan atau rapuh). Seperti contohnya menyalahkan korban kejahatan seksual dengan menyatakan bahwa korbanlah yang “mengundang” pelaku untuk melakukan tindakan kejahatan seksual. 

Menyalahkan korban dapat memiliki banyak efek negatif dan menghancurkan pada korban yang tidak bersalah, yang dianggap bersalah meskipun mereka tidak bertanggung jawab atas kejahatan yang telah dilakukan terhadap mereka. Beberapa diantaranya: 

  1. Kecil kemungkinan korban untuk melaporkan kejahatan di masa depan.

Korban yang menerima tanggapan negatif cenderung mengalami penderitaan yang lebih besar dan kecil kemungkinannya untuk melaporkan pelecehan serupa di masa depan. Ini membuat korban untuk merasa sulit untuk speak up, dan korban lebih memilih untuk menghindari viktimisasi sekunder di masa depan, sehingga mereka tidak melaporkan kejahatan lebih lanjut.

  1. Mempengaruhi persepsi orang-orang disekitar korban.

Victim blaming, selain mempengaruhi keputusan korban untuk melaporkan kejahatan, juga dapat berdampak pada kesediaan orang untuk mendukung keputusan korban, kesediaan saksi untuk bersaksi, komitmen pihak berwenang dalam mengejar kasus dan menuntut pelaku, keputusan juri untuk menghukum, keputusan jaksa untuk merekomendasikan penahanan dan keputusan hakim untuk menjatuhkan penahanan, 

Masih ada dampak-dampak lain yang tidak tertulis disini yang akan muncul pada korban dari perilaku victim blaming. Tentu, perilaku victim blaming tidak akan pernah dibenarkan, terlebih pada penyintas kekerasan seksual yang akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan. Maka, berikut kami berikan beberapa tips untuk membantu rekan atau orang lain yang kita tahu telah menjadi korban dari perilaku victim blaming :

  1. Percaya pada penyintas kekerasan seksual

Sering kali penyintas dibungkam dan ceritanya dipertanyakan oleh pihak lain. Ketika korban mencoba untuk berbicara, mereka menghadapi ketidakpercayaan dari keluarga dan teman. Jadi, ketika korban memberi tahu teman Healing bahwa dia sedang dianiaya atau bahwa dia telah diperkosa, percayalah padanya. Bahkan jika pelakunya adalah teman kamu atau anggota keluarga lain, percayalah padanya. Dan biarkan dia tahu bahwa teman Healing percaya padanya. Katakan kepada penyintas bahwa kamu mempercayai semua ceritanya dan mendukung keputusan dia.

  1. Katakan pada penyintas semua ini bukan salahnya 

Selalu katakan pada penyintas bahwa semua yang terjadi bukanlah kesalahannya. Yakinkan korban bahwa itu bukan salahnya dan perkuat ini dengan mendengarkan apa yang dia katakan tentang pengalamannya. Ketika menceritakan kisah mereka, wajar bagi beberapa korban untuk kadang-kadang menyalahkan diri  mereka sendiri. Jika ini masalahnya, teruslah mendengarkan tetapi juga secara konsisten meyakinkannya bahwa itu bukan salahnya. Jika orang lain menyalahkan korban, angkat bicara untuk mengingatkan mereka dan tekankan bahwa itu bukan salahnya.

  1. Tantang para pendukung pelaku 

Berkat meluasnya menyalahkan korban, akan ada orang lain yang akan mempercayai pelaku, terutama teman dan anggota keluarga yang akan mendukung pelaku dengan cara menyerang penyintas. Yang perlu teman Healing lakukan ketika  menemukan ini, periksa apakah korban baik-baik saja (jika korban ada di tempat) dan kemudian ingatkan pendukung pelaku bahwa pelaku lah yang membuat pilihan untuk melecehkan atau memperkosa dan melawan setiap alasan menyalahkan korban yang mereka buat untuknya.

  1. Selalu awasi pelaku 

Pelaku yang melakukan kekerasan terhadap orang lain sering kali mencoba menjelaskan atau merasionalisasikan tindakan mereka dengan menyalahkan korbannya. Jika Anda mendengar pelaku mengatakan ini, jangan percaya. Jika Anda berada dalam posisi untuk menolak, lakukan dengan mengulangi tindakannya secara verbal kepadanya dan mengingatkannya bahwa dia sendiri yang memutuskan untuk melecehkan, menyerang, atau memperkosa korbannya ketika ada pilihan tindakan lain yang tersedia. Jangan biarkan dia membuat alasan seperti menyalahkan korban, alkohol, keadaan atau obat-obatan untuk perilakunya. 

  1. Call-out orang-orang yang melemparkan rape jokes

Salah satu cara sikap victim blaming dinormalisasi adalah melalui rape jokes.Dengan meremehkan pemerkosaan dan penyerangan seksual, lelucon-lelucon ini meremehkan trauma yang dihadapi para penyintas dengan menjadikan para penyintas pemerkosaan dan pemerkosaan sebagai bahan tertawaan untuk hiburan publik. Cara paling dasar untuk menantang rape jokes adalah dengan segera menegurnya, katakan bahwa hal itu membuat kamu tidak nyaman, dan minta orang yang membuat lelucon untuk mempertimbangkan efek negatif dari lelucon tersebut. Kamu juga bisa melawan hal tersebut dengan tidak ikut tertawa dengan jokes tersebut. 

  1. Call out media yang membuat berita memojokkan penyintas.

Salah satu corong yang membuat budaya victim blaming menyebar dalam masyarakat akibat dari berita memojokkan korban yang dibuat oleh media. Cara media memberitakan merupakan faktor utama dalam menegakkan dan melanggengkan budaya menyalahkan korban. Ketika teman healing melihat hal ini, jangan sungkan untuk hubungi mereka dan tantang mereka untuk berbuat lebih baik, serta melakukan call out di media sosial. Katakanlah hal ini tidak benar dan akan berakibat buruk terhadap korban. Kamu juga bisa membuat petisi agar pihak editorial media tersebut mengubah pendekatan mereka atau cara pandang mereka untuk lebih berpihak pada korban.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengalihkan fokus kesalahan kita dari korban kejahatan kepada pelaku, untuk memastikan bahwa pelaku bertanggung jawab atas kejahatan yang telah dilakukannya. Salah satu cara untuk memastikan bahwa pelaku bertanggung jawab atas tindakan mereka adalah dengan adanya bantuan dari masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan polisi, pengadilan, sekolah, pendeta, penyedia layanan kesehatan, dan lembaga layanan sosial. Sistem peradilan dan lembaga-lembaga sosial perlu bekerja sama untuk mempromosikan akuntabilitas pelaku, sementara pada saat yang sama membantu korban kekerasan untuk pulih dari apa yang telah terjadi pada mereka.

Penulis : Labibah Huwaida dan Putri A

SUMBER :

“Victim Blame.” (2007). Diakses pada 8 Desember 2021, dari http://www.ibiblio.org/rcip//vb.html 

Victim Blaming. (2009). The Canadian Resource Centre for Victims of Crime. Diakses pada 8 Desember 2021, dari https://crcvc.ca/docs/victim_blaming.pdf

Gawronski, B. (2007). Fundamental attribution error. Encyclopedia of social psychology, 367-369.

Kay, A.C., Jost, J.T., & Young, S. (2005). Victim Derogation and Victim Enhancement as Alternate Routes to System Justification. Psychological Science, 16 (3), 240-246.

https://dictionary.apa.org/just-world-hypothesis

Conaway, E. (2016). Victim Blaming. Diakses pada 8 Desember 2021 dari https://www.csustan.edu/sites/default/files/honors/documents/journals/entries/Conaway.pdf

“16 Ideas and Actions To Avoid and Stop Victim Blaming” (2016).Diakses pada 9 Desember 2021 dari https://16days.thepixelproject.net/16-ideas-and-actions-to-avoid-and-stop-victim-blaming/ 

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Open chat
💬 Ada yang bisa kami bantu kak?
Hi Kak👋
Ada yang bisa kami bantu?