LDR: Tentang Dua Insan yang Mencoba Berdamai dengan Jarak

“Semua rasanya terkumpul di dada dan sakit sekali, nyesek banget kalau diinget-inget lagi. Apalagi kami LDR tapi hanya saya yang berjuang, sedangkan dia sebaliknya tidak memperjuangkan saya.” —FPA, 23 tahun. 

Sebagian besar dari kalian tentu sudah tidak asing lagi, ya, dengan istilah LDR. Hmm… tapi, mungkin sebagian lainnya ada yang belum tahu, nih, tentang istilah tersebut. 

“Apa, sih, Kak, LDR itu?” 

“LDR itu makanan jenis apa, Kak?”

Hahaha. Oke, LDR itu bukan suatu jenis makanan, ya, friends. Ia adalah kependekan dari istilah Long Distance Relationship, yang jika ditranslasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Hubungan Jarak Jauh. Sesuai dengan namanya, Long Distance Relationship (LDR) ini biasa dijalani oleh pasangan kekasih yang terpisahkan oleh jarak, entah itu berbeda kota, provinsi atau distrik, pulau, negara, hingga belahan bumi. Wah, kalau sudah berbeda belahan bumi, semakin rumit ceritanya, Teman-teman! Sepasang kekasih yang melakoninya tidak hanya dipisahkan oleh jarak, tetapi juga waktu, ruang, dan kepentingan. Sebab, kalian tahu sendiri, ‘kan, perbedaan waktu di belahan bumi utara dengan belahan bumi selatan itu sangat jauh—antara 6 hingga 15 jam. Misalnya saja, Gadis tinggal di Indonesia, sedangkan pacarnya di Jerman. Pada suatu pagi, sekitar pukul 8, ia merasa rindu dengan pacarnya tersebut dan ingin meneleponnya. Namun, panggilan darinya tak kunjung dijawab oleh pacarnya. Hal itu lantas membuatnya kesal dan melakukan balas dendam dengan cara tidak menerima panggilan dari pacarnya jika lelaki itu menelepon. Nah, hal-hal seperti ini yang seharusnya kita pahami, Teman-teman. Bila kita menelepon pacar dan tak kunjung dijawab, bisa jadi ia sedang tidur, sibuk dengan pekerjaannya, atau sedang menegakkan prinsip “a day without cell phone” satu hari dalam seminggu. Apalagi seperti kasus Gadis tadi. Tentu saja sang kekasih tidak menerima panggilannya. Sebab, perbedaan waktu antara Jerman dengan Indonesia itu mencapai 6 jam lamanya. Jika Gadis menelepon pada pukul 8 pagi, pacarnya dapat dipastikan masih tertidur. Pasalnya, waktu di Jerman masih menunjukkan pukul dua dini hari. Nah, berdasarkan cerita di atas, Gadis seharusnya memahami situasi pacarnya di Jerman, minimal dengan mengetahui perbedaan waktu yang ada. 

Cinta yang dipisahkan oleh jarak itu memang tidak enak, Teman-teman. Semua keluh kesahnya tidak jauh-jauh dari kata rindu, rindu, dan rindu. Namun, perlu diingat, lho, kita itu hidup di zaman yang serba modern. Pada dasarnya, kita sudah diuntungkan dengan fitur-fitur teknologi yang ada, salah satunya video call. Kita memang tidak bertemu dengan si kekasih secara fisik, tetapi, setidaknya kita masih bisa berbincang dan melihat wajahnya melalui fitur tersebut. Dengan begitu, kita dapat mengetahui bagaimana keadaannya tanpa harus berada di sisinya. Layaknya ungkapan Wendy L. Patrick dalam artikelnya di Psychology Today, bahwa pasangan kekasih yang melakoni Long Distance Relationship hanyalah “out of sight, not out of touch”. Meskipun diri kita sedang tidak berada di sampingnya, fitur-fitur semacam video call telah membantu kita untuk keep in touch dengan partner kita. 

Teknologi memang tidak sepenuhnya mampu menggantikan dunia nyata. Media sosial hanyalah dunia maya yang terbungkus dalam layar berbentuk persegi panjang. Orang-orang yang ada di dalamnya bisa kita lihat, tetapi tidak dapat disentuh. Hal-hal inilah yang tak jarang membuat rasa rindu kian bertambah atau malah semakin berkurang setiap harinya. Nah, oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah jitu agar benih-benih cinta yang ada pada diri kita dan juga si kekasih mampu tumbuh subur dan berbuah banyak. Yuk, simak tips-tips berikut!

  1. Fokus pada kualitas saat berkomunikasi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sepasang kekasih yang melakoni Long Distance Relationship cenderung lebih mampu menghargai waktu dibandingkan dengan pasangan kekasih yang dekat secara geografis. Tentu hal ini didasarkan pada contoh-contoh nyata yang ada di sekeliling kita. Layaknya penjelasan pada paragraf awal, mereka yang sedang berhubungan jarak jauh tidak hanya dipisahkan oleh jarak yang membentang, tetapi juga waktu, ruang, dan kepentingan. Oleh karena itu, ketika memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dengan si kekasih, pasangan LDR tidak akan menyia-nyiakannya. Mereka akan membicarakan hal-hal yang betul-betul ingin dibicarakan. Sebuah basa-basi tentu perlu saat mengawali perbincangan tentu saja. Namun, kita juga harus mampu memahami hal-hal penting lainnya, seperti:

“Pacarku adalah seorang yang penting di kantornya, bisa jadi sebentar lagi ia masih harus bekerja.”

“Dia sudah bekerja seharian, tepat setelah ini, aku harus membiarkan dirinya tidur.”

“Setelah ini aku masih harus lembur dengan pekerjaanku, oke, aku akan mengatakan padanya.”

Nah, hal-hal itu juga harus diperhatikan, ya, Teman-teman. Oh, iya, contoh-contoh pemikiran tersebut jangan hanya ada di pikiran kita saja, ya! Tanyakan juga pada si kekasih, apakah ia sibuk, lelah, dan sebagainya. 

  1. Jangan hanya bergantung pada teknologi

Tahun kian cepat berganti. Begitu pula dengan teknologi. Dewasa ini, alat-alat elektronik semakin canggih. Fitur-fitur yang ada di dalamnya pun variatif dan kian berkembang. Tentu kita telah menggunakan beberapa di antaranya, seperti Skype, video call, chat, dan fitur-fitur lain yang ada pada media sosial yang dapat membantu kita terhubung dengan orang-orang tercinta. Namun, alangkah lebih baik, jika kita tidak melulu bergantung pada hal-hal yang sudah disebutkan di atas. Sebab, nantinya, kita seakan berpacaran dengan gawai (gadget) kita sendiri, lho, Teman-teman! Huhuhu… Lantas, apa bedanya, dong, status taken dengan single

Nah, karenanya, yuk, pikirkan kembali, barang-barang apa, sih, yang mengingatkan kita akan si kekasih? Barang sekecil apapun, itu bisa menjadi simbol kehadiran ‘Mas atau Mbak pacar’, lho! Apabila barang atau sesuatu apapun itu ada di sekeliling kita, maka, kita tidak akan merasa kesepian lagi. Sebab, hal-hal tersebut ialah representasi kehadiran si kekasih di samping kita. 

  1. Pahami perbedaan antara ‘checking in’ dan ‘checking up on

Hubungan jarak jauh tak jarang membuat kita merasa khawatir akan kondisi fisik maupun hati pasangan kita. Bahkan, dalam beberapa kasus, salah satu di antara keduanya sampai mengalami overthinking. Asumsi-asumsi negatif yang tak berdasar lantas bermunculan. Nah, ketika perasaan-perasaan tersebut datang, kita cepat-cepat mengontak si ‘Mas atau Mbak pacar’ dengan alasan ‘menanyakan kabarnya’. 

Lhoh, tapi, it’s okey, dong, Kak, ‘kan dia pacar saya. Maka, saya berhak tahu.”

Yap, benar, kita sangat boleh menanyakan kabar pasangan tanpa harus mengorek-ngorek sesuatu darinya. Ya, ‘kan? Sah-sah saja melakukan ‘checking in’ atau menanyakan kabar si dia tanpa harus berasa ‘checking up on’ atau menginterogasi pasangan terhadap hal-hal yang sudah dia lakukan akhir-akhir ini. Sebab, meskipun sudah terikat dalam suatu hubungan, tiap individu pasti memiliki privasi masing-masing yang ingin dia simpan untuk dirinya sendiri. Karenanya, yuk, buat kekasih kita nyaman dengan ungkapan-ungkapan sederhana yang mampu membuatnya merasa ‘diperhatikan’ instead of ‘diinterograsi’, oke? Langgeng terus, ya!

  1. Sejauh apapun jaraknya, life must go on

Jarak, waktu, dan kepentingan seolah telah memisahkan kita dengan pasangan. Kita harus menjalani kehidupan di tempat kita tinggal, sementara si dia juga begitu di tempat yang nun jauh di sana. Oleh karena itu, meskipun jauh darinya, tetaplah live your life to the fullest, Teman-teman! Banyak-banyaklah berkontribusi pada orang-orang di sekitar kita, entah itu di lingkungan kerja, rumah atau indekos, maupun organisasi yang kita ikuti. Sebab, pada dasarnya, dengan melakukan hal-hal yang dapat bermanfaat bagi orang lain, pikiran kita akan menjadi fresh dan tidak melulu overthinking terhadap hubungan jarak jauh yang sedang ditempuh.  Menjalani Long Distance Relationship (LDR) memang dipenuhi suka dan duka. Ya… jangankan LDR, hidup saja seperti itu. Semoga tips-tips di atas bisa membantu Teman-teman, ya! Langgeng selalu hubungan kalian dengan si pasangan! Jauh di mata boleh saja, tapi harus senantiasa dekat di hati. Hehehe…

Referensi:

Bonior, Andrea. 2018. “10 Tips to Make a Long-Distance Relationship Work”, (Online), (https://www.psychologytoday.com/us/blog/friendship-20/201806/10-tips-make-a-long-distance-relationship-work , diakses pada 12 Maret 2021).

Patrick, Wendy L. 2019. “The Advantages of Long-Distance Relationships”, (Online), (https://www.psychologytoday.com/us/blog/why-bad-looks-good/201903/the-advantages-long-distance-relationships , diakses pada 14 Maret 2021). 

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Open chat
💬 Ada yang bisa kami bantu kak?
Hi Kak👋
Ada yang bisa kami bantu?