Jadi Anak Broken Home? Tidak Masalah!

“Papa saya tiba-tiba menghilang tanpa kabar entah keberadaannya dimana, mama saya hampir gila setelah perceraian, saya yang sudah dari kecil jadi korban pelampiasan mama.” – S 

“Terakhir sebelum mereka memutuskan untuk cerai, saya lihat sendiri dan ternyata benar hati saya hancur saya nggak bisa berkata apa.” – DRAP, 15 tahun

Semua orangtua, apalagi anak, tentu tidak ingin mengalami pengalaman broken home. Banyak orang yang mengatakan bahwa anak yang terlahir dari keluarga broken home akan menjadi anak yang nakal, membawa pengaruh jelek terhadap lingkungan, dan tidak mempunyai masa depan cerah. Beberapa dari mereka mendapat dijuluki sebagai anak nakal oleh lingkungannya karena mereka mengalami broken home. Mereka tidak jarang mendapat cibiran seperti “jangan berteman sama anak broken home, mereka biasanya anak nakal”, “oh pantes hidupnya ga jelas, ternyata anak broken home”, dan “hubungan ayah ibunya aja gagal, apalagi hubungan kamu kalo nanti punya pacar anak broken home”.

Namun, tidak semua anak dengan orang tua yang bercerai beresiko menjadi anak yang nakal. Beberapa anak dengan orang tua yang bercerai ternyata bisa tetap berprestasi dan memiliki sikap positif meskipun orang tua mereka bercerai. Linley dan Joseph (2004) menyebutkan bahwa anak-anak di lingkungan yang tidak kondusif bisa tetap memiliki perkembangan yang positif meskipun mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan. Masih banyak orang di dunia ini yang tetap sukses dan berhasil bangkit dari keterpurukan perceraian, seperti Reza Rahardian sampai mantan presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini membuktikan bahwa berhasil atau tidaknya seorang anak dalam menghadapi perceraian orang tua bergantung pada ketahanan anak itu sendiri.

Lalu Bagaimana cara kamu untuk tetap kuat menghadapi broken home?

  1. Penerimaan

Kamu harus memahami permasalahan yang dialami dan menyadari bahwa setiap orang mempunyai masalah yang berbeda-beda. Karena seseorang belajar dari suatu masalah untuk masa depan yang lebih baik. Kamu harus bisa menerima bahwa ini adalah keluargaku, tidak peduli seberapa buruk itu, ini adalah keluargaku. Kamu juga harus menyadari bahwa setiap orang memiliki masalah yang berbeda dan terkadang kamu tidak mengetahui arti, hikmah, dan manfaat dari suatu kejadian. Bukan karena kamu bodoh, tapi karena kamu belum paham.

  1. Religiusitas

Kadang kamu merasa bahwa Tuhan tidak adil karena terus memberikan masalah dalam hidupmu. Bahkan terkadang pemikiran tidak adil kepada Tuhan membuatmu ingin memberontak dari ajaran- ajarannya. Namun, kamu harus percaya bahwa Tuhan tahu yang terbaik untuk kita dan tidak akan memberikan ujian melebihi kemampuan umat-Nya. Religiusitas seringkali dijadikan pedoman dalam menghadapi masalah dalam keluarga. Kebanyakan dari kita diajarkan nilai-nilai keagamaan oleh orangtua kita saat masih kecil. Hal ini sejalan dengan kesimpulan Kumpfer (2002) bahwa sistem kepercayaan dalam keluarga dapat membantu dan memotivasi seseorang untuk memberikan pedoman dalam mencapai ketahanan.

  1. Kemampuan berpikir

Ketika kamu mampu memahami dan menganalisis apa yang terjadi pada keluarga, kamu akan menjadi lebih terbuka untuk menerima saran dan nasihat dari lingkungan sekitar. Kita juga akan paham apa yang harus dilakukan selanjutnya untuk menjadi individu yang lebih baik lagi. Dengan memahami masalah, kamu dapat mengidentifikasi apa yang harus dilakukan dalam menyelesaikan masalah. 

  1. Kompetensi sosial

Kepedulian dan rasa empati terhadap sekitar juga akan membantumu dalam menghadapi keadaan broken home. Meskipun orang tuamu telah bercerai, bukan berarti mereka tidak peduli pada keluargamu lagi. Tetap berhubungan baik dan saling memahami antar anggota keluarga, tentu akan membuatmu meringankan permasalahan yang dihadapi. Hal ini sejalan dengan Greeff dan Van Der Merwe (2004) bahwa komunikasi yang terbuka antar anggota keluarga dan sikap positif berkaitan dengan masa depan anak dalam adaptasi setelah perceraian. Tidak ada salahnya kok untuk tetap curhat dengan orang tua atau teman, bahkan jika dibutuhkan kamu bisa datang ke psikolog.

  1. Dukungan sosial

Dengan adanya dukungan dan komunikasi yang baik dari anggota keluarga, tetangga, teman, dan orang-orang disekitar lainnya, tentu akan dapat meringankan perasaan-perasaan sedih hingga marah. Perpisahan atau ketidakharmonisan orang tua tentu akan memberikan dampak negatif untukmu, namun hal tersebut juga tergantung pada bagaimana lingkungan sekitar menghadapi dan beradaptasi dengan keadaan keluarga yang tidak utuh. Oleh karena itu, jika kita mengetahui orang-orang terdekat kita mengalami broken home, maka tidak ada salahnya kita hadir untuk mereka sebagai teman curhat ataupun pemberi semangat agar mereka tidak merasa sendiri. 

Referensi :

Widyastuti, T. (2017). Resilience Of A Child From Broken-Home Family: A Phenomenology Study. International E-Journal of Advances in Social Sciences , III(9). DOI: 10.18769/ijasos.370052

Penulis: Ainaya Rahmadila

Leave a Comment

Your email address will not be published.

Open chat
💬 Ada yang bisa kami bantu kak?
Hi Kak👋
Ada yang bisa kami bantu?